Gue besar di keluarga dengan tingkat perceraian yang cukup signifikan di setiap lini keturunan. Sebut aja kakek dan nenek gue dari garis keturunan nyokap. Mereka berdua (baik nenek dan kakek) menikah lebih dari tiga kali dalam hidup mereka. Sekarang yang masih hidup tinggal si Abah (kakek gue) yang dulu mudanya jadi tentara, pangkatnya pun nggak main-main; jendral. Jadi kalopun ada yang mau jadi istrinya, pensiunan dari Abah gue yang jadi inceran.
Sekarang abah tinggal di rumah sendirian di kampung dengan istri terakhir (gue berharapnya sih begitu) yang entah sayang atau enggak sama dia. Abah gue ini tipe orang yang tempramen dan punya kebiasaan ngebuka percakapan personal di ruang publik, nggak heran sih banyak perempuan yang nggak tahan jadi istrinya. Prinsip si Abah sekarang; "yang penting ada yang mau ngurusin gue". Karena anak-anaknya tinggal jauh dari rumahnya dan juga dipicu konflik keluarga yang bikin anaknya segan mau (setidaknya) berkunjung.
Bicara soal cinta di massa tua, memang sebegitu susahnyanya kah dicari?
Satu garis di bawah abah ada nyokap, yang juga mengalami perceraian di usia muda sebelum akhirnya menikah sama bokap karena pernikahan dia yang sebelumnya “dipaksakan”.
Bokap dan nyokap gue ini punya kisah cinta yang tragis sih. Mereka berdua saling suka dari kecil dan sampai usia sekolah mereka masih pacaran, tapi nggak direstui sama dua keluarga yang dari dulu udah punya konflik.
Untuk memutus jalinan kasih mereka, akhirnya nyokap dinikahin paksa. Tapi nggak lama. Nyokap gue akhirnya bercerai dan langsung dibawa sama bokap meninggalkan kampung yang nggak suka liat mereka bersama, tanpa restu.
Di sini gue bangga banget sih sama bokap, dia bener-bener memperjuangkan nyokap :’). Gue jadi semacam punya gambaran sosok pria sejati itu ya seperti bokap gue yang gigih dalam memperjuangkan orang yang dia sayang meski halang melintang.
Tapi.. segetir itu perjuangan mereka buat bersama, nggak menjamin kalo mereka bakal bahagia selamanya. Buktinya pernikahan yang mereka bangun puluhan tahun akhirnya berujung perceraian karena masalah orang ketiga. Walaupun dua tahun berselang mereka rujuk lagi. Mungkin pada akhirnya yang mereka cari adalah orang yang bisa menerima dan memafkan mereka dari kesalahan-kesalahan di masa lampau.
Di garis keturunan tepat di atas gue ada kakak perempuan gue juga yang mengalami perceraian di usia pernikahannya yang baru lima tahun. Masalahnya ada pada ketidakcocokan antar pribadi sih setelah akhirnya mereka memendam kekesalan dan kekecewaan menahun.
Menyaksikan beberapa percerian yang memilukan hati, gue agak mulai pesimis dengan kisah gue sendiri. Pernihakan jadi sesuatu yang menakutkan buat gue, semacam kotak pandora misterius yang nggak bisa dipresiksi apa isinya.
Gue pengennya buka kotak pandoranya sebelum menikah. Maksudnya gue akan berusaha menyelami pribadi orang yang nantinya akan gue ajak menikah. Terlalu mengerikan menghabiskan sisa hidup bersama orang yang “pribadi paling pribadinya” tidak dikenal. Nggak tau bisa diajak diskusi apa engga, mau nerima borok masing-masing atau engga.. Karena menurut gue pada akhirnya sosok yang dibutuhkan untuk menemani lo sampai mati adalah orang yang mau diajak bekerjasama sebagai satu tim, bukan?
Mungkin kesannya gue agak terlalu terburu-buru, nggak bisa selow aja, apa-apa diseriusin. Makannya ada yang kabur :’) haha, *bitter.
Ya.. intinya pernikahan masih jauh dari bayangan gue buat sekarang. Terlalu dini buat memutuskan untuk menikah ketika gue belum buka kotak pandoranya, terlebih kalo kotaknya menolak untuk dibuka. Usahanya bikin capek setengah mampus, lebih baik direlakan pergi sahaja.
Mari temukan kotak pandora lain!
*Lhaaa..