September 19, 2015

Magang di Magdalene

Sebelumnya saya mau mengucapkan selamat ulang tahun yang kedua kepada Magdalene! Semalam pestanya digelar di Face Bar, Jakarta. Sayang sekali saya tidak bisa hadir. Anyway, ada yang tau, pernah baca, atau malah pembaca setia Magdalene? Magdalene adalah majalah dual bahasa (Inggris-Indonesia) berbasis web yang kontennya menyuarakan isu-isu yang jarang dimuat di media kebanyakan. Majalah yang bertagline 'a slanted news to woman and issues' ini berkantor pusat di Jakarta. Sejujurnya, pengalaman saya di Magdalene, saya anggap sebagai pengalaman kerja professional saya yang pertama.

Awal cerita magang saya di Magdalene adalah berkat bertemunya saya dengan Mba Devi Asmarani, chief editor Magdalene. Mba Devi adalah jurnalis yang sudah melanglang buana di dunia jurnalistik; pernah bekerja di The Straits Times dan The Jakarta Post. Waktu itu saya membaca kicauan Mba Devi di Twitter yang di-retweet oleh akun @harigelita (BTW, saya masih berhutang terimakasih sama si Mba cantik satu ini). Kicauannya berisi pencarian Junior Assistant Project (JAP)  untuk membantu penggarapan buku politik. Syaratnya cuma dua: tertarik sama dunia politik dan jurnalistik.

Awalnya saya kurang pede, soalnya saya bukan mahasiswa ilmu komunikasi atau mahasiswa ilmu politik. Saya hanyalah seorang mahasiswa sastra yang durhaka sama pembimbingnya *Plak!. Saya memang suka mengikuti perkembangan politik, at least saya bukan orang yang ignorance. Lalu saya punya blog, punya tugas esai tiap minggu, dan juga punya catatan harian yang mengindikasikan saya suka menulis (kecuali nulis skripsi). Berbekal kesukaan saya itu, akhirnya saya memperbaharui CV dan saya kirimkan ke surel Mba Devi.

Singkat cerita setelah kirim CV lewat surel, beberapa hari kemudian saya di-interview via telepon. Interviewnya cenderung santai, waktu itu sekitar jam tiga sore setelah selesai perkuliahan. Saat itu berdekatan dengan waktu pemilu, maka pertanyaan yang diajukan seputar pengetahuan dasar politik. Mba Devi menanyakan mengenai sumber berita apa saja yang saya baca, pengetahuan saya soal calon presiden yang diusung masing-masing partai, serta pendapat saya soal politik Indonesia secara umum.

Keesokan harinya saya diajak kopi darat sama Mba Devi di Epicentrum. Saya pikir saya bakal melalui tahap seleksi ke sekian dengan setidaknya satu atau dua kandidat lain. Ternyata saya sudah dalam pertimbangan diterima! Tapi sebelumnya saya dijelaskan mengenai tugas yang akan saya tangani, dan uang saku yang akan saya terima. Uang sakunya berapa? Buat ukuran anak kuliah yang ngekos dan belum lulus model saya waktu itu, sangat bermanfaat. Sebelum resmi bekerja, terlebih dulu saya menandatangani surat perjanjian kerahasiaan. Hal ini untuk menjaga kerahasian data-data yang diberikan kepada saya.

Junior Assistant Project itu pekerjaan yang menyenangkan. Tugas utama saya adalah membuat transkrip wawancara Mba Devi dengan orang-orang di kalangan politik. Asyiknya adalah, saya jadi banyak tau hal-hal baru, terutama pengetahuan politik, istilah-istilah politik yang asing buat saya, plus pendengaran saya bertambah tajam, hahaha.

Jadi.. kapan saya magang di Magdalenenya?

Ga lama setelah saya jadi junior assistant, Mba Devi menawari saya untuk magang di Magdalene sebagai pengurus akun Facebook dan Twitter bahasa kerennya mah Social Media Officer. Karena moto hidup saya; makin banyak mencoba hal baru, makin banyak pengetahuan yang didapat, maka saya setuju untuk bergabung. Dan begitulah awal ceritanya saya magang di Magdalene. Saya lalu bertemu Magdalene sister lain, ada Mba Hera Diani (managing editor), Mba Stu (designer) dan juga orang-orang yang banyak membantu dari balik layar seperti Mba Lala dan Mas Paul. Saya bersyukur bisa mengenal orang-orang luar biasa dibalik Magdalene. Semangat, ide, dan kerja keras mereka benar-benar menginspirasi. Sebagai media yang menampung 'suara-suara' terabaikan oleh media lain seperti isu gender, LGBT, agama, dan lainnya, tidak hanya komentar positif yang datang. Namun saya yakin kedepannya Magdalene akan menjadi media yang besar tidak hanya di Indonesia.

Pesta Ulang Tahun Magdalene yang Pertama
Tugas utama saya sebagai social media officer adalah mempromosikan tulisan-tulisan yang pernah dipublikasikan di website Magdalene baik yang baru maupun yang lama. Plus, saya pernah belajar jadi reporternya Magdalene. Sempat satu kali saya bertugas ke Universitas Indonesia untuk meliput seminar yang digelar oleh UI Liberalism & Democracy Study Club (UILDSC) dan Support Group and Resource Center on Sexuality Studies UI (SGRC UI). Pengalaman pertama saya jadi reporter bisa dibilang tidak mulus sama sekali. Padahal tugas saya cuma dateng, simak seminarnya, dan yang utama: nge-twit! karena Magdalene di acara tersebut jadi media partner.Nanti pas pulang saya tinggal bikin tulisan singkat soal acaranya. Tapi saking nervesnya, dag-dig-dug pisan, saya lupa nge-twit! Malah sibuk bikin catetan buat bahan nulis nanti malem. BTW, kalo mau baca hasil reportase saya, bisa ngintip halaman ini.

Setelah setahun lebih bekerja dengan orang-orang di Magdalene, tanpa saya sadari pengalaman tersebut memperkaya sudut pandang serta values yang tidak diajarkan lingkungan sekitar saya bahkan orang tua saya. Seperti menemukan keluarga baru yang mengajarkan saya banyak hal. Seperti menemukan keluarga baru yang tidak judgemental. That's priceless. Saya bekerja dari bulan November 2013 sampai bulan Juli tahun ini.

Trus kenapa saya resign?

Setelah lulus kuliah saya sempat diajak oleh istri dari Guru ngaji saya untuk ikut ke Bima, NTB. Dari sini jiwa petualang saya menyala-nyala, saya semangat sekali untuk kesempatan seperti ini, seperti akan memulai perjalanan baru dalam hidup saya. Guru saya akan ikut pencalonan Bupati Bima di pilkada serentak tahun ini. Saya diminta jadi asisten Ibu Guru untuk urusan kampanye. Karena saya takut nantinya saya akan pergi jauh dan tidak akan sempat menangani tugas saya di Magdalene, maka saya memutuskan untuk resign. Mba Devi dan Mba Hera menghargai keputusan saya ini.

Waktu itu rencananya saya akan berangkat ke Bima setelah saya lulus kuliah, namun tanggal keberangkatan semakin mundur. Terakhir, ternyata pencalonan Guru saya batal. Seperti kebanyakan masalah calon pimpinan politik, uang adalah musuh besar. Akhirnya saya tidak jadi pergi ke belahan Indonesia bagian timur seperti yang sempat saya bayangkan. Tapi akhirnya kekecewaan saya dibayar dengan liburan panjang ke tempat Teteh saya di Penajam, Kalimantan Timur.

Sekian cerita magang saya di Magdalene. Ada yang tertarik magang di Magdalene? Mungkin bisa tanya langsung ke editornya Magdalene via surel, soalnya posisi saya sebagai social media officer sudah ada yang gantiin, hehe. Tapi kalau ada yang suka menulis, Magdalene menerima, bukan cuma tulisan, tapi juga gambar dan video yang bisa dipublikasi. Good Luck!
Share:

September 17, 2015

Magang di Penerbit Erlangga


Kesempatan magang saya pertama kali sebenernya bukan di Penerbit Erlangga. Waktu SMA saya juga pernah magang di PT. Tatto di Bogor. Di sana saya magang bersama empat orang teman saya dengan tujuan mengisi waktu libur. Tugas saya di pabrik stiker adalah mengecek kualitas stiker, jika ada yang rusak, tidak sesuai cetakan, atau potongannya yang tidak pas langsung dipisahkan. Stiker yang dicetak di sana adalah stiker untuk body motor keluaran Honda.

Jujur saja saya merasa bosan karena setiap hari kerjaannya cuman melototin lembaran stiker, dari pagi sampe sore. Akhirnya magang saya di pabrik stiker itu ga sampe sebulan, baru tiga hari saya udah ngabur bersama dua orang teman, Deby dan Ayuning. Sementara dua orang lain tetap menyelesaikan masa magang mereka dan pendapatkan uang saku. Makannya pengalaman di pabrik stiker tidak layak saya persembahkan sebagai 'pengalaman magang pertama', karena cuma sekelebat dan jelas, tidak tuntas. Jangan dicontoh ya.

Di Erlangga saya juga tidak sendiri, saya ditemani kawan seperjuangan, Badzlina Halaw biasa dipanggil Lina, pet name-nya Otong. Ide magang kami di Erlangga disponsori oleh mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL). Mata kuliah PKL ini adalah mata kuliah semester tujuh. Namun kami diberikan waktu selama libur semester enam untuk melaksanakannya, biar nanti tidak mengganggu jadwal pembelajaran di semester tujuh. Kami hanya tinggal membuat laporan (saat UTS), setelah itu sidang presentasi (saat UAS), lalu mendapat nilai akhir.

Dalam pelaksanaannya, PKL tidak harus menyasar posisi pegawai kantoran. Kami juga bisa melakukan kegiatan yang bersifat sosial atau wirausaha. Misalnya teman saya ada yang menjadi pengajar Bahasa Inggris di panti asuhan selama satu bulan ada juga senior saya yang membuka bimbel kecil-kecilan di sekitar rumahnya. Sayangnya minat saya lebih ke ranah media, tapi yang sifatnya lebih santai. Salah dua teman saya ada yang magang di Radar Bekasi dan Radio Dakta, media juga sih, tapi menurut saya terlalu serius.

Sebelumnya saya kebelet banget pengen magang di majalah Gogirl!, tapi setelah membaca pengalaman orang-orang, kebanyakan dari mereka magang di Gogirl! karena ada event tertentu. Jadi saya batalkan niat kirim CV. Tapi setelah saya beneran magang di Gogirl! setahun kemudian, ternyata kalian bisa loh coba magang di sana walaupun ga ada event. Tapi memang tergantung pihak Gogirl!-nya mau menerima anak magang saat itu atau tidak. Yang penting kirim CV!

Harapan magang di Gogirl! pupus, teman saya Lina mengajak saya untuk mencoba peruntungan kami di PT. Penerbit Erlangga. Lina pendapat informasi bahwa senior kami ada yang pernah magang di Erlangga. Jadi kemungkinan kami diterima lebih besar. Bukan nepotisme loh maksudnya, tapi tempat yang pernah menerima anak magang biasanya akan selalu merekrut anak magang ke depannya. Jadi kami penuh optimisme.

Waktu itu kami pergi ke kantornya Erlangga yang ada di Ciracas, Pasar Rebo. Setelah memperbaharui CV dan dibungkus rapi amplop cokelat, kami menitipkan CV di pos satpam dan kami diberitakan untuk menunggu feedback yang katanya akan datang lewat telepon.

Tiga hari setelah CV kami dikirim belum ada kabar. Akhirnya setelah seminggu menunggu, kami memutuskan untuk follow up. Kami menelepon HRD Erlangga untuk memastikan apakah kami diterima atau tidak magang di sana, kalau tidak kami berniat untuk mencari perusahaan lain karena waktu liburan kami sudah menipis. Akhirnya selang beberapa hari kami dipanggil untuk interview singkat dan langsung tandatangan surat perjanjian. Yes, we've got the job!

Sebenarnya Erlangga menerima anak magang yang akan bertugas minimal delapan minggu. Tapi karena waktu liburan kami terbatas, maka kami hanya bertugas selama tujuh minggu. Itu juga setelah dipotong seminggu waktu kuliah kami. Sebabnya mungkin karena kami datang di waktu yang kurang tepat, saat itu masih dalam suasana lebaran di mana sebagian besar perkantoran sibuk dengan libur panjang. Jadi CV kami agak lambat diproses. Apapun itu, yang pasti kami behasil menyusup!

Nah baiklah, jadi apa yang kami kerjakan di sana?

Departemen Bahasa Inggris Erlangga punya web pembelajaran bahasa Inggris. Tugas utama kami adalah membuat materi pembelajaran yang diambil dari buku cetak (terbitan Erlangga pastinya) kelas 1-6 SD untuk dipakai sebagai materi pembelajaran di web tersebut. Materinya kami buat di Power Point yang kemudian kami konversi ke format flash video (swf).

Selain itu kami juga mengerjakan hal lain, seperti mengecek buku cetak yang direvisi, membandingkan antara cetakan lama dan cetakan baru jika ada perbedaan atau kesalahan. Selebihnya kami membantu Tim Bahasa Inggris dengan apapun yang bisa kami dikerjakan.

Beruntung saya sempat ikut melihat proses perekaman audio untuk buku bahasa Inggris Erlangga. Studio rekamannya terletak di daerah Ciputat. Saat itu saya bertemu dua warga negara Australia, Pak John dan Bu Anna yang suaranya sering kalian dengar di audiobook Erlangga. Mereka sudah sering mengisi suara untuk buku pelajaran Erlangga loh. Kata Mba Widi, pengisi suara audiobook haruslah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris.

Oiya, di Departmen Bahasa Inggris Erlangga kami bekerja dengan para editor buku pelajaran Bahasa Inggris, ada Pak Wahyu, Mba Tyas, dan Mba Widi Tapi yang paling sering kami bantu adalah Mba Tyas. Sekilas info: Mba Tyas dan Mba Widi ternyata berasal dari Jogja. Untuk menjadi editor buku pelajaran di Erlangga mereka melalu beberapa tes terlebih dahulu. Sudah pasti ga bisa sembarangan orang yang bisa jadi editor, harus beneran nerd orang yang cinta sama pendidikan dan ilmunya memang udah ngelotok di bidangnya, dan keliatannya Erlangga cukup selektif. Saya sih boro-boro bisa masuk, grammar saya kacau, tenses aja sampai sekarang ga hapal. Alamak! Kurang durhaka apa saya.

Dari atas: Mba Widi, Pak Wahyu, Mba Tyas.
Hal yang paling saya suka di ruang kerja Erlangga adalah warna hijau cerah kubikalnya dan akuarium jumbo yang isinya ikan-ikan laut. Oh, dan makanan di kantinnya. Di Kantin Erlangga anak magang juga kebagian jatah makan siang loh. Selain makan siang, kami diberikan ongkos harian sebesar dua puluh ribu rupiah per hari (diberikan di akhir) potongan berlaku jika bolos kerja dan atau terlambat masuk. Jika diakumulasi memang tidak beberapa, tapi semuanya terbayar dengan nilai A yang saya dan Lina terima. Alhamdulillah.

Bersyukur Lina punya kendaraan pribadi super awesome yang bernama Blumo. Hampir 80% perjalanan saya menuju Erlangga selama 7 minggu terlaksana berkat nebeng Blumo. 60 menit perjalanan dari Bekasi lewat Pondok Gede-TMII-Pasar Rebo. God bless Blumo and its owner!

Setelah selesai magang, sempat beberapa kali Lina dihubungi, mungkin mau ditawari bekerja di sana karena memang pengetahuan Bahasa Inggrisnya lebih baik dibanding saya. Tapi sayangnya tawaran itu tidak Lina diambil, mungkin karena pertimbangan jarak yang cukup jauh dari Bekasi.

Sekian bagi-bagi cerita magangnya. Simak cerita magang saya berikutnya di Magdalene.
Share:

September 16, 2015

Epilog: Berbagi Pengalaman Magang

Sebenernya agak malu punya blog yang udah lama ga diurus begini. Semacem punya rumah tapi lampunya ga pernah dinyalain, gelap. Yah tapi seenggaknya nyetor satu tulisan hari ini. Jadi saya berasa nyalain lampu untuk beberapa hari ke depan. Plus, saya juga sudah melakukan renovasi dan pengecatan ulang, Yippee!
Jadi.. ceritanya saya sudah lulus dari Program Studi Sastra Inggris di sebuah universitas kurang ternama yang terletak di pinggiran ibu kota. Kampus saya berada di samping jalan tol Bekasi-Cikampek, kalo yang sering lewat pasti tau deh soalnya tulisannya pake kapital semua: UNIVERSITAS ISLAM 45' BEKASI disingkat Unisma. Sebenarnya Unisma cukup tenar di kalangan masyarakat Bekasi dan sekitarnya. Kurang tenarnya di telinga teman-teman SMA saya, soalnya kalo mereka nanya, "Kuliah di mana?" pertanyaan keduanya pasti, "Unisma apaan sih?" atau "Unisma itu di mana ya? Di Malang bukan?" *nangis* *pesen tiket kereta ke Malang*
Biarlah dengan ketenaran, toh saya bisa menilai jurusan Sastra Inggris-nya ga main-main soal kualitas pengajarnya. Dua dosen saya lulusan Leeds University dan Brimingham University lho, ihiy! Selain itu banyak mata kuliah menarik, terutama di semester pertengaham menuju akhir. Mata kuliah menantang yang jadi favorit saya seperti Subtitling, New Media, Creative Writing, Interpreting, dan lainnya. Lihat di sini untuk mengintip kegiatan Sastra Inggris Unisma.
Bulan April tahun ini saya diwisuda setelah dengan tidak tahu malunya minta tanda tangan dosen pembimbing skripsi saya. Kata beliau (dan diamini oleh diri saya sendiri) tulisan saya belum layak untuk dinyatakan lulus. Sebenernya itu kesalahan saya karena males bimbingan. Dikasih waktu sebulan revisi, eh tiba-tiba nodong minta tanda tangan sehari sebelum skripsi dikumpulin. Dan sampai sekarang saya masih malu kalo ketemu  beliau. Jangan kutuk anak bimbingan durhakamu ini, Pak.
Sebelum lulus, saya pernah berkesempatan magang di tiga tempat; Penerbit Erlangga, Majalah Gogirl!, dan Magdalene Webmagazine. Biasanya kalo saya baca pengalaman kerja/magang orang lain di tempat yang saya pengenin, hal pertama yang ada di benak saya adalah; gimana sih caranya bisa masuk ke situ?
Karena hari ini mood saya lagi baik, saya mau membagi cerita bagaimana saya bisa menyusup ke dalam tiga wahana magang tersebut. Tapi kelihatannya bakal saya pisah dari postingan ini.
Sebelumnya saya sudah pernah membuat postingan agak narsis soal magang di Gogirl!, silahkan intip tulisannya di sana dan di sini.
Sementara saya meramu tulisan soal magang di Erlangga dan di Magdalene, saya mau cerita sekelebat kehidupan paska lulus kuliah. Tidak seperti teman-teman saya yang setelah (bahkan ada yang sebelum) lulus langsung mencari pekerjaan, saya malah kabur ke tempat kakak saya di Penajam, Kalimantan Timur. Aturan pertama: jangan pernah lewatkan liburan gratis. Maka di sinilah saya, pengangguran baru lulus yang gaya banget liburan ke luar pulau. Jangan iri, saya hanya sedikit beruntung masih ada yang mau nampung. Terlebih saya kecolongan start untuk memulai kehidupan mandiri dibanding teman-teman saya. Pff
Share: