October 19, 2015

Perpustakaan Aldiko-nya Uki #2

Halo! Kalo postingan perpustakaan saya yang pertama isinya tentang novel dengan tokoh anak sekolaan semua, kali ini ulasan novelnya ga jauh beda. Saya cenderung lebih suka baca novel remaja karena lebih banyak pembelajaran positif yang diangkat ketimbang isi novel dewasa. Novel remaja biasanya berkutat seputar isu kepercayaan diri, kenakalan remaja, permusuhan, tapi ujungnya ada penyelesaian. Sementara novel dewasa lebih banyak mengekspos adegan seksual yang menampilkan kebrengsekan tokoh pria dan kebodohan tokoh wanita yang terlibat di dalamnya, kemudian berakhir bahagia. Ini maksudnya genre young-adult ya, bukan dewasa dalam artian yang engga-engga. Ada satu-dua novel dewasa yang buat saya ceritanya lumayan bagus dan menarik. Tapi di sesi dua ini saya masih mau mengulas novel remaja. Cekidot.

  • A Really Awesome Mess oleh Trish Cook dan Brendan Halpin
Diceritakan lima orang anak bertemu di semacam-panti-rehab buat anak-anak bermasalah, Heartland Academy. Saya ga tau deh kalo di Indonesia ada ga ya yayasan atau tempat semacam ini? *penasaran*
Misalnya nih, tokoh Justin yang dimasukin ke panti ini sama bapaknya karena bawa perempuan yang baru kenal, dan kepergok sedang melakukan oral sex di rumahnya dan ketauan bapaknya. Si Justin baru yang baru 16 tahun ini dijebloskanlah ke Heartland Academy. Di sini Justin harus mengikuti beberapa sesi terapi, di antaranya kelas sexual reactivity dan kelas anger management.
Di Heartland Academy masing-masing pasien punya pembimbing yang berhak menentukan mereka naik level atau tidak. Oh, dan ada 6 level yang harus dicapai untuk keluar dari Heratland Academy. Level ini bisa turun, kalo pasien dianggap melakukan pelanggaran.
Keberadaan dan sistem di Heartland Academy ini sih yang bikin saya suka ngikutin ceritanya. Selain itu celetukan-celetukan Justin yang nyeleneh kadang suka bikin ngakak sendiri.
Narasinya dituturkan lewat dua sudut pandang; Emmy remaja perempuan penderita  anoreksia yang Pemarah dan Justin remaja laki-laki yang depresi. Di Heartland Academy mereka bertemu Jenny, Diana, Tracy, dan Chip, anak-anak lain yang dianggap punya masalah seriuas sama keluarganya sehingga dikirim ke Heartland Academy. Mereka berlima bertemu di kelas terapi angry management yang pada akhirnya membuat mereka justru akhirnya saling membantu ‘menyembuhkan’ satu sama lain. Oh, dan masuk Heartland Academy MUAHAL banget.

  • The Paparazzi Project oleh Kristina Springer
Ini soal tragedi yang terjadi di Kelas Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communications Class) yang berlangsung saat kelas itu bikin project buletin mingguan. Jadi semacam buletin gosip gitu sih, cuma artisnya anak kelas itu juga, bukan artis beneran.
Kelas yang terdiri dari 24 orang itu terbagi menjadi tiga peran; penulis berita, paparazi, dan selebriti masing-masing berjumlah delapan orang. Seorang paparazi dan seorang penulis berita akan bekerja sama mengerjakan laporan tiap minggunya.
Livvie Peterson, tokoh utama di cerita ini bertugas sebagai paparazi. Berbekal kamera pribadinya, ia akan membuntuti para selebriti dan mengambil gambar kegiatan yang mereka lakukan. Lalu Livvie akan menyerahkan foto tersebut kepada Chas Montgomery, rekan satu timnya. Trus.. ya begitulah, banyak skandal, walaupun sebenernya remeh temeh apalagi kalo bukan masalah percintaan *Meh!
Konflik muncul ketika Livvie iseng bikin blog anonim dan mempublikasikan project kelasnya itu, dan ternyata banyak yang baca. Sampai satu hari dia mempublikasikan foto super skandal di blognya. Hal itu membuat project buletin kelasnya agak berantakan. Tapi si Livvie ini akhirnya dapet pelajaran mengenai bagaimana media gosip Hollywood bekerja nampaknya.
Yang paling menarik buat saya dari novel ini adalah selipan-selipan laporan project yang ditulis oleh Livvie kepada Mrs. B, guru di kelas Komunikasi Interpersonal. Jadi di kelas itu setiap anak wajib nulis laporan per minggu tentang apa yang ditemukannya atau kesulitan atau hal menarik, selama mengerjakan project buletin ini. Tapi laporannya ga seresmi laporan yang suka saya buat di SMA, malah laporannya semacam nulis diary. Saya suka sistem pendidikan Amerika yang saya temukan di novel-novel, kebanyakan memang pake metode diskusi dan pendekatan personal, bukan dogmatis bahwa buku dan guru selalu benar.

  • The Girl Who Invented Romance oleh Caroline B. Cooney
Kelly adalah remaja putri yang punya orang tua yang selalu menunjukan sisi romantis. Ayahnya selalu ngasih hadiah kecil buat ibunya yang bikin Kelly punya impian suatu saat pengen seperti orang tuanya. Tergila-gila dengan hal-hal romantis, Kelly punya ide untuk bikin sebuah permainan. Kemudian Kelly memodifikasi permainan monopoli menjadi games of romace. Romance bahasa Indonesianya apa sih? Hal-hal romantis? Romansa? Games of Romance kalo diterjemahin jadi Permainan Romansa, gitu ya? *halah!
Permainan yang dibuat si Kelly buat project akhir kelas sosiologinya ini lumayan lucu sih. Jadi satu papan dimainkan oleh empat orang, dua orang perempuan dan dua orang laki-laki. Akan ada enam kartu berisikan nama perempuan dan enam kartu berisikan nama laki-laki.
Sama seperti monopoli, pemain akan menggerakkan bidak sesuai angka yang keluar pada dadu. Bedanya kotak-kotak ini berisi tahapan-tahapan PDKT yang ditempatkan secara acak. Misalnya; Go Bowling, Smile at Him/Her, Go on Date, Broken Heart, dsb. Pemenang dinyatakan menang kalo sampe di kotak Hapily Ever After yang paling ujung. Kalo bidaknya sampe di kotak Broken Heart, berarti dia harus ganti pasangan (ngambil kartu nama lain).
Gitu deh pokoknya, lucu sih ini ide ceritanya.

  • A Straight Line to My Heart oleh Bill Condon
Saya selalu suka sama cerita tentang keluarga yang complicated. Complicated dalam artian tidak umum. Kalo pada umumnya keluarga terdiri dari ayah ibu anak dan cenderung punya ikatan darah. Di novel ini, Tiff (pendekan dari Tiffany) tinggal bersama Reggie dan Bull. Jika dilihat dari kacamata tetangganya, Bull seperti bapak dan Reggie seperti kakek bagi Tiff.
Waktu melahirkan Tiff, ibunya meninggal dan dirawat oleh satu-satunya kerabat ibunya, bibi Debbie. Debbie berteman baik dengan pasangan Nell dan Reggie. Jadi ketika Debbie tidak bisa merawat Tiff karena bekerja, hak asuh Tiff akhirnya diberikan pada Nell dan Reggie. Sebelum menikahi Reggie Nell sudah menikah dengan pria lain dan memiliki seorang anak, yaitu Bull.
Jadi sebenarnya mereka; Reggie, Bull, dan Tiff adalah tiga orang asing yang sudah kehilangan orang-orang yang menghubungkan mereka sebagai keluarga, tapi mereka tetap menjadi keluarga yang saling sayang. Ah, so sweet pokoknya!
Saya suka sekali bagaimana secara emosional mereka saling terikat dan peduli satu sama lain. Ternyata ada loh orang-orang yang memberikan rasa sayang tanpa perlu ada embel-embel ikatan darah! *ngomong sama tembok* 


Dari novel yang saya baca, kebanyakan sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang tokoh perempuan. Jadi sekalinya nemu yang pake sudut pandang laki-laki saya suka exited sendiri. Maka dari  itu, tulisan saya berikutnya akan mengulas novel yang menggunakan sudut pandang tokoh laki-laki. *manhood mode: ON
Share:

October 10, 2015

Murid Pindahan

Gambar diambil dari Google, soalnya belum nemu foto saya yang  pake baju SD

Entah kenapa kemaren malem tiba-tiba saya keinget masa-masa sekolah dulu. Dulu banget waktu saya masih pitik, unyu-unyu dengan gaya rambut mangkok. Setelah saya ingat-ingat, ternyata saya punya masa sekolah yang tidak biasa. 

Sebagian besar teman saya selalu masuk dan lulus di sekolah yang sama, atau setidaknya mengalami pindah sekolah satu atau dua kali dalam hidupnya. Sementara sekolah saya selalu berpindah-pindah, mengikuti kemana bapak saya dipindahtugaskan. Lalu saya terinspirasi untuk membuat daftar sekolah yang pernah saya tumpangi. Sekaligus mengasah memori saya yang sudah mulai tumpul. *ngambil rautan pensil*

Pendidikan formal pertama saya berlangsung di SD Negeri Lama, Kecamatan Baguala, Ambon tahun 1997. Di sekolah ini saya hanya puas menjadi anak kelas 1, karena tahun ajaran berikutnya saya pindah sekolah. Hal yang paling saya ingat dari Negeri Lama adalah senam pagi rutin yang dilakukan sebelum masuk kelas. Seru! Saya paling suka kegiatan ini. 

Jajanan favorit saya adalah buah kedondong utuh yang sudah dikupas kulitnya, kemudian dibelah-belah hingga mekar menyerupai bunga, trus diatasnya ditaburi bumbu garam-pedas-manis. Waktu itu harganya masih 25 rupiah per buah dan uang jajan harian saya 300 rupiah (termasuk ongkos angkot). Hahaha, ternyata saya mengalami masa-masa uang 25 rupiah koin yang ada burung Cendrawasihnya pernah begitu berharga.

Dari SD Negeri Lama, saya pindah ke SDN 91 Waiheru sebagai anak kelas 2. Di sekolah ini saya menyadari kalo ternyata saya berbakat di bangku akademis, alias agak lumayan pinter. Bu Guru Mu'min (kalo saya ga salah inget nama) wali kelas sekaligus guru matematika, suka sekali mengajak saya mampir ke rumahnya yang dekat lingkungan sekolah. Saya sering membantu beliau bawain buku-buku anak kelas yang dikumpulin buat diperiksa, abis itu pulangnya saya suka dikasih permen atau cokelat. :D

Saya ga sendiri sih, kadang dibantuin sama satu orang teman yang saya lupa namanya. Tapi seringkali saya bertugas sendiri. Pokoknya jadi semacam asisten pribadinya wali kelas saya itu, padahal mah tukang bawain buku, hahaha. Tapi di kelas ini untuk pertama kalinya saya mendapat rangking dua dan mengerti bahwa itu adalah pertanda bagus. Setahun kemudian, keluarga saya pindah rumah lagi. Saya harus merelakan kenangan indah bersama permen-permen dan cokelat-cokelat dari Bu Guru Mu'min. *sedih*

Masuk kelas 3 saya kembali jadi anak baru. Kali ini di SDN 87 Air Kuning, Kecamatan Sirimau, dan masih di Ambon. Di sekolah ini saya menuntaskan kelas 3 dan kelas 4 caturwulan satu. Saya masih inget nama temen sebangku saya; Desi Maimunawati dan teman lain yang saya ingat namanya adalah Ira Abu Bakar. Di bangku kelas 4 ini untuk pertama kalinya saya suka sama anak laki-laki, kalo ga salah nama lengkapnya cuma satu kata, Adrian kah? Andrian kah? (ini sebenarnya info ga mutu sih) 

Saya berada di sana, ketika Ambon dilanda konflik keagamaan. Sempat waktu itu di SDN 87, kami sedang ditengah-tengah upacara bendera hari Senin ketika suara ledakan bom menggelegar menimbulkan getaran di permukaan tanah (semacam semi gempa bumi, tapi lebih singkat). Dalam sekejap hal itu mengacau kesakralan upacara pengibaran bendera. Ternyata gencatan senjata sedang berlangsung beberapa kilometer dari sekolah saya pada saat itu. Mendengar suara ledakan, semua siswa kalang kabut berlarian kembali ke kelas meninggalkan barisan upacara. Guru-guru akhirnya memulangkan kami ke rumah. Hari itu sekolah kami ditutup.

Menjauhi daerah konflik, orang tua saya kembali terbang ke Pulau Jawa. Mendarat di Jakarta, saya menghabiskan caturwulan dua kelas 4 saya di SDN 01 Pagi Tebet. Karena cuma empat bulan sekolah di sini, saya ga inget satupun nama teman sekelas saya. Yang saya inget cuma kejadian banjir selutut pas musim hujan (tahun 2001-2002), SD 01 Pagi punya gedung empat lantai, dan selalu ada senam pagi sebelum masuk kelas sama seperti di SD Negeri Lama.

Kelas 4 caturwulan tiga lagi-lagi saya pindah. Kali ini saya masuk sekolah islam di MI Sirojul Athfal, Cimanggis, Depok. Di madrasah ini saya menamatkan peran saya sebagai anak kelas 4. Sama seperti di sekolah sebelumnya, saya ga inget sama sekali nama temen saya di sini. Kecuali nama anak laki-laki yang dulu suka dijodoh-jodohin sama saya, kalo ga salah namanya Firman atau Firmansyah? Entahlah, saya sih berharapnya Afgansyah Reza. *eh ga gitu sih

Bisa dibilang masa-masa kelas 4 saya adalah masa yang paling ekstrim. Bayangin aja, selama satu tahun ajaran saya pindah sekolah tiga kali! Kalo ada rekor pindahan sekolah terbanyak, mungkin saya bakal ikutan, hahaha. 

Dari Depok, orang tua saya memutuskan untuk pindah ke kampung halaman mereka di Subang. Maka SD Negeri Setiabudi Sukahurip menjadi SD terakhir yang menampung saya paling lama di antara semua sekolah dasar yang pernah saya singgahi. Di sekolah ini saya mengenyam pendidikan kelas 5 sampai kelas 6. Nama-nama teman yang saya ingat lumayan banyak, ada Inggit Narulita, Wulan Sari, Ari Rokadi, Ringga Abeng, dan Eman Sulaeman. 

Oh, saya sempet ketemu sama Eman waktu saya di Bekasi! Kita ketemu ga sengaja di tempat futsal di Jalan Kartini. Dia yang pertama kali mengenali saya, mungkin karena wajah saya one of a kind. Ternyata Eman sudah dua tahun bekerja di kantor pemerintahan kota Bekasi. Saya mendengar dari Eman, bahwa teman-teman kami yang lain sudah menikah serta dikaruniai dua sampai tiga orang anak. Good for them.

Di sinilah masa sekolah dasar saya berakhir.

Masa SMP saya diawali dengan bismillah, soalnya saya masuk pesantren, lol. Orang tua saya mengirim saya masuk Mahad Al-Zaytun, Indramayu. Syarat dasar masuk sekolah ini saya mesti menghapal juz 30. Pada ga nyangka ya saya pernah hapal? Saya juga. 

Eniwei, di Zaytun saya cuma bersekolah satu semester, tapi sayangnya saya ga sempet ikut ujian akhir semester karena bapak saya keburu narik saya keluar akibat isu sesat yang menyerang negara api pesantren tersebut. Alhasil saya ga dapet raport resmi dari Zaytun dan mesti menunggu enam bulan ke depan untuk mendaftar ulang SMP. Itulah megapa saya tertinggal setahun dari teman-teman seangkatan saya yang semestinya. Setidaknya masih lebih terhormat sih daripada tinggal kelas.

SMPN 4 Kalijati (Sekarang SMP 2 Dawuan) menjadi SMP di mana saya dapet raport biru pertama saya. Di SMP ini saya menyelesaikan masa-masa kelas satu, tepatnya di kelas 1F. Saya punya banyak teman di sini, ada Rita Puspita, Debi Andriana, Petra, Roger, dan lainnya. Di sekolah ini saya merasakan pengalaman pertama dan terakhir kalinya dikerjain pake terigu, telur dan siraman air waktu saya ulang tahun yang ke 13. Nampaknya saya sangat digemari anak satu kelas. Haha!

Di tahun kedua masa SMP, saya dikirm ke SMP YAD (Yayasan Ahmad Djueni) di Sukabumi. Di sekolah ini saya cuma ngabisin separuh masa kelas 2. Seperti biasa, saya ga inget nama teman-teman kelas saya kecuali Mas Ucup, Aris, Ka Imron, Kikim, dan Iqbal karena kami tinggal di asrama yang sama bersama dua orang kakak saya.

Kelas 2 semester dua, orang tua saya pindah dari Subang ke Bogor. Lalu saya dan kedua kakak saya ditarik dari Sukabumi. Saya melanjutkan kelas 2 saya di SMP PGRI 1 Cibinong, nama bekennya V-gho (baca: pe-go). Diambil dari kata PGRI-Golf, maksudnya sekolah PGRI yang ada di Jalan Golf. Buat saya ini semacam sabotase sih, soalnya di Jalan Golf ada tiga sekolahan PGRI, mwahahaha! Saya punya banyak teman di sini. Beberapa masih menjalin komunikasi baik dengan saya sampai sekarang.

SMA Plus PGRI Cibinong, sekolah ini adalah sekolah yang paling saya setiain. Baru kali ini saya mendaftar masuk sekolah dari kelas 1 dan lulus di sekolah yang sama *terharu* makannya banyak beut kenangan dan tentunya lebih banyak kenalan. Nama beken SMA Plus PGRI Cibinong adalah Pesat, singkatan dari PGRI Satu. Padahal ga ada angka satunya juga sih, mungkin dulunya ada kali ya? Entahlah.

Jadi sebenernya, inti dari cerita ini adalah, saya sudah sangat lihai jadi murid pindahan dan sudah terlatih memperkenalkan diri di depan kelas sebagai murid baru. Setidaknya sebanyak 7 kali. "Halo, nama saya Mulki Salam, saya murid pindahan dari sekolah anu. Senang berkenalan dengan kalian." Begitulah kira-kira kalimat yang saya ucapkan tiap kalinya. 

Kemudian mata-mata mereka akan memperhatikan gerak-gerik saya selama seminggu, dua minggu, sebulan, sampai saya dirasa cukup familiar dengan mereka. Pada dasarnya saya adalah anak yang pemalu, tapi karena keseringan maju ke depan kelas, diperhatikan, dan mesti berbaur dengan lingkungan baru, saya jadi semacam punya kemampuan beradaptasi yang baik. Terutama saat menerima perbedaan. 

Terasa sekali saat saya bersekolah di Ambon dan berbaur dengan teman-teman berbeda suku dan agama. Kesempatan menjadi kaum minoritas mengajarkan saya nilai-nilai moral dan toleransi yang tidak mampu diajarkan lewat kata-kata. Kadang pengalaman mengajarkan hal-hal berharga namun tersembunyi, tersirat dan membekas di dalam hati. 

So guys, kalo dulu pas SD atau SMP kalian pernah ketumpangan anak baru barang 4 sampai 6 bulan dan tiba-tiba setelah ujian akhir caturwulan atau ujian semester anak barunya menghilang, bisa jadi itu saya, hehe. Mungkin kita bisa rencanakan sebuah reuni?
  
Saya pernah coba iseng cari-cari nama temen SD saya yang di Ambon lewat Facebook. Berbekal ingatan remang-remang, akhirnya tak ada satupun yang berhasil saya temukan. Ada sih yang namanya mirip-mirip, tapi saya udah lupa muka masa kecilnya. Seandainya ketemu pun, saya yakin mereka udah ga inget sama saya. Saya kan cuma teman sekelebat. Kami hanya berteman di ruang dan waktu tertentu. Ketika ruang dan waktunya hilang, kami kembali menjadi orang asing.

Jadi ketika Lina, teman saya berkabar bahwa hari ini dia menghadiri pernikahan teman TK-nya, saya amazed. Terus self-talking; ada ya orang yang masih berhubungan baik sama temen TK-nya? Soalnya bahkan temen SD kelas 3 saya aja ga ada satupun yang saya kenal sampe sekarang, apalagi temen TK! Iyalah, saya kan TK-nya di rumah, dengan guru super galak, ibu saya sendiri XD

Itulah kenapa saya tidak pernah punya sahabat masa kecil ataupun sahabat masa besar (eh, kok agak aneh ya bahasanya). Karena teman-teman saya datang dan pergi, mengisi ruang dan waktu tertentu lalu menghilang. Tapi ada sih beberapa yang tidak pernah pergi, mereka selalu mengisi ruang-ruang di dalam hati *ihiy! dan mengisi ruang-ruang pada beranda-beranda media sosial saya :D

How's your school-hood, anyway? Saya harap masa sekolah kalian semenyenangkan milik saya :)

*Tulisan ini didedikasikan untuk teman-teman masa singkat yang terlupakan.
Share:

October 08, 2015

Perpustakaan Aldiko-nya Uki #1

Mungkin kalo liburan saya kali ini berlokasi di kota besar dimana sarana transportasi dan tempat-tempat wisatanya serba mudah diakses, saya akan kelayapan tiap hari dan hanya menghabiskan waktu di rumah untuk istirahat karena capek. Tapi beruntungnya saya liburan di Penajam, Kota ‘kecil’ penghasil batu bara, minyak dan gas yang usianya baru 13 tahun. Perlu waktu 30 menit nyebrang teluk dari Balikpapan menggunakan Klotok (perahu mesin) menuju Penajam.

Saya beruntung karena waktu ‘nganggur’ yang melimpah akhirnya koleksi buku di perpustakaan pribadi saya di Aldiko akhirnya satu per satu berhasil saya tamatkan. Aldiko adalah salah satu aplikasi pembuka konten buku elektronik yang tampilannya lumayan kece. Jadi tampilannya dibuat seperti rak buku beneran, jadi saya berasa punya perpustakaan virtual. Plus, Aldiko bisa buka file berformat epub!

Selama empat bulan lebih liburan di Penajam, ada belasan novel yang berhasil saya tamatin. Kebanyakan novel kontemporer bergenre young-adult gitu sih. Ini agak menurunkan derajat saya sebagai lulusan sastra. Tapi seriusan, saya juga coba baca The Tales of Two City-nya Dickens, baru lima halaman langsung self-talking; maksudnya gimana? Novel canon bahasanya nyastra banget. Makanan zaman kuliah yang entah kenapa sekarang jadi kurang berselera dimakan. Novel kontemporer bahasanya cenderung lebih gampang jadi kadang semalem juga kelar, hehe. Jadi sebenernya saya mau nulis tentang buku-buku apa aja yang udah saya baca, tapi kok pengantarnya banyak amat yak?

Anyway, saya akan mengurut buku secara acak. Tadinya mau berdasarkan rating, tapi saya bingung sendiri, yaudah lah ya.

  • Getting Over Garett Denaley oleh Abby McDonald
Novel ini adalah novel remaja kontemporer berbahasa Inggris pertama yang saya baca. Bahkan saat ponsel saya kameranya belum bisa jungkir balik, masih Nokia candy bar yang banyak solatipnya, saya udah namatin buku ini.
Novel ini berkisah tentang Saddie, remaja perempuan yang naksir sama sahabatnya, Garett. Bisa dibilang, Garett itu anak sastra yang ideologis dan satu-satunya teman yang bisa ngimbangin pemikirannya cuma Saddie. Pokoknya mereka nempel kaya prangko deh.Tapi Garett ga tau perasaan Saddie, jadinya ya dia suka cerita-cerita soal pacarnya, minta saran, dll yang bikin Saddie agak nyesek. 
Satu hari Garett akhirnya pergi ke kemah menulis musim panas selama satu bulan liburan, sementara Saddie kerja magang di sebuah kedai kopi karena ga lolos seleksi masuk kemah nulis musim panas itu. Bekerja di kedai kopi, Saddie bertemu orang-orang baru yang sedikit banyak mengubah pemikirannya, terutama soal Garett. 
Akhirnya Saddie memutuskan untuk melakukan detox untuk melupakan Garett. Apakah detoxnya berhasil ketika akhirnya Garett menyatakan cinta pada Saddie? Baca sendiri bukunya. Buat yang males nongkrongin layar hape cuma buat baca novel, saya pernah liat buku ini dijual di toko buku Aksara.
Hal yang paling berkesan buat saya di buku ini adalah step-step detoxnya Saddie untuk melupakan Garett yang dibuat selang beberapa halaman, jadi semacam ada "Tips Melupakan Si Dia" tersembunyi dalam novel. Lucu.

  • Crash oleh Lisa McMann
Crash adalah buku pertama dari seri vision (pengelihatan). Bercerita tentang remaja perempuan bernama Julia Demacro yang pada suatu hari memiliki pengelihatan aneh tentang sebuah tabrakan yang akan terjadi. Adegan yang dilihatnya adalah sebuah truk menabrak sebuah bangunan bata merah, dan kebakaran. Sayang, cuma dia yang bisa lihat. Jadi sepanjang jalan, di bilboard dan papan iklan, bakal muncul adegan kecelakaan itu. Julia sempat cerita ke adik dan kakaknya, tapi malah dikira lagi ‘teler’ jadi di sini Julia digambarkan menanggung beban sendiri.
Hal yang akhirnya bikin Julia naggepin serius pengelihatannya adalah ketika akhirnya pengelihatnnya itu menampakan wajah Sawyer Angotti di dalam kantong mayat setelah kecelakaan berlangsung.
Sawyer Angotti dan Julia Demacro adalah teman masa kecil yang sebenernya saling suka. Tapi keluarga Angotti dan keluarga Demacro merupakan saingan bisnis restoran pizza. Setelah dua keluarga ini tau anaknya berteman dekat, mereka langsung ngelarang Julia dan Sawyer untuk berteman atau bahkan bertemu.
Kembali ke cerita, meyakinkan Sawyer bahwa restorannya akan mengalami musibah dan keluarganya akan meninggal bukan hal yang mudah bagi Julia. Tapi Julia tetep ngasih peringatan ke Sawyer. Tapi sayang, Sawyer ga nanggepin dengan serius. Demi keberlangsungan Hidup lelaki yang dicintainya, Julia akhirnya nekat bawa mobil restoran keluarganya dan menyelamatkan Sawyer. Truk yang harusnya menabrak restoran Angotti ditabrakin ke mobilnya. Lalu ‘CRASH!
Hal yang paling berkesan di buku ini buat saya adalah hubungan antara Julia dan kakak laki-lakinyanya Tyler serta adik perempuannya Rowan yang menurut saya COOL abis. Mereka saling dukung, saling sayang dan ada untuk satu sama lain tanpa stereotipe adek-kakak Indonesia; tua selalu benar, muda harus nurut ke yang tua, muda harus sopan ke yang tua, dan blah blah blah. 
Oh, dan saya naksir sama Tyler, tapi sayang dia gay, heuheu.. (T.T)

  • Bang oleh Lisa McMann
Bang adalah buku kedua dari seri  vision, kali ini yang mendapat pengelihatan adalah Sawyer Angotti. Jadi abis diselamatin sama Julia, Sawyer jadi ketularan punya pengelihatan. Tapi yang dilihatnya bukan kecelakaan macem julia, tapi adegan penembakan, makannya judulnya, Bang. Mungkin kalo adegannya  jualan pecel, judulnya Mbak *emaap.
Di sini Sawyer lebih beruntung daripada Julia karena demi penyelamatan yang akan dilakukan, ia dibantu Julia dan Tyler, dia ga sendiri. Adegan penembakan terjadi di sebuah acara galang dana di salah satu universitas yang digelar oleh organisasi LGBT. Penembak adalah dua orang; pria dan wanita yang ga suka sama organisasi itu di kampus. Aksi penembakan itu untuk menunjukkan tindakan agresif menentang keberadaan kaum LGBT di kampus itu.
Tapi pada akhirnya, Sawyer, Julia dan Tyler berhasil menghentikan aksi penembakan itu dan menyelamatkan delapan nyawa yang dalam pengelihatan Sawyer akan terbunuh. Di sini Tyler kena tembak dan karena aksi heroik ini juga akhirnya dia nemu jodoh.
Yang paling berkesan di novel ini adalah ketika bapaknya Julia memergoki Tyler dan Julia lagi ngobrol bareng Sawyer di perpustakaan sekolah. Si Mr. Demacro ngancem bakal ngehukum mereka kalo ga ikut pulang sekarang juga. Tapi Tyler bilang gini;
"No, you watch me. Watch me sit here and do my homework like an excellent student. What the heck is wrong with you? I'll be home when I'm finish with it, and I'll get a good grade like I always do, and then I'll go to work for you and do a good job there, too. But right now, I'll sit with Sawyer Angotti if I feel like it, so don't even go there. This stupid rivalry ends with your generation. It doesn't exist in mine."

  • Dear Killer oleh Katherine Ewell
Novelnya agak serem sih ini. Tentang remaja perempuan, anak SMA yang ternyata adalah pembunuh dengan julukan ‘The Perfect Killer’ yang lagi dikejar-kejar kepolisisan Inggris. Digambarkan bahwa kasus pembunuhan yang dilakukannya melebihi kasus Jack the Ripper. 
Dari kecil si Kit Ward udah diajarin bela diri dan teknik membunuh yang bersih, rapi dan tanpa jejak oleh sang ibu. Umur 12 tahun si Kit sudah mulai pembunuhan perdananya. Setelah si Kit menjalankan tugas, ibunya berenti dan mewariskan pekerjaan ke anaknya. 
Jadi ceritanya mereka pembunuh independen yang menganut ideologi moral nihilisme, bahwa ga ada yang namanya salah atau benar. Nilai baik buruk di masyarakat itu cuma bikinan. Bahwa sesungguhnya pembunuhan yang mereka lakukan itu justru memperketat pengamanan di Inggris, menjaga rasa sayang dan kewaspadaan keluarga-keluarga di Inggris karena ancaman yang mereka tebar. 
Kit punya kotak rahasia di toilet sebuah kafe di mana kliennya akan meninggalkan amplop berisi surat dan sejumlah uang. Di dalam surat mereka akan menyebut nama korban dan alamat. Tapi di akhir cerita si Kit ini berhasil ketangkep sama temannya sendiri, seorang polisi yang lagi nanganin kasusnya The Perfect Killer.
Walaupun agak aneh buat saya, bagaimana si ibu berhasil mendoktrin Kit dan membuat dia jadi pembunuh 'terhormat'. Saya lumayan suka sama cara penceritaannya.

  • Too Cool for This School oleh Kristen Tracy
Ini ceritanya tentang anak SMP, Lane Cisco (12) yang kedatengan sepupu satu-satunya dari Alaska, Mint, yang dia nilai aneh tapi ternyata jadi yang paling populer di sekolah. Lane dan teman-temannya adalah remaja putri yang orientasinya penampilan, pendapat orang, dan harus selalu tampil cantik. Sementara Mint, sepupunya dari Alaska adalah ornag yang supel, mudah bergaul dan apa adanya. Jadi weh semua orang suka sama dia.
Kepopuleran sepupunya ini ga disukai sama temen-temen deketnya Lane, terutama Ava. Soalnya Mint merebut perhatian orang-orang dari mereka, termasuk perhatian Jagger, anak laki-laki di kelas yang ditaksir Ava. Hadeuh. (-__-)“
Mint cuma dateng dan bersekolah satu bulan di situ, karena ibunya baru menikah lagi dan sedang berbulan madu. Jadinya ia dititipkan ke rumahnya Lane, satu-satunya kerabat yang dimiliki ibunya. Lane dan teman-temannya sempat merencanakan hal yang buruk terhadap Mint, tapi selalu gagal.
Satu hari Ava, mensabotase buku harian Mint yang isinya hasil pengamatan jujur Mint tentang anak-anak kelas dalam kalimat negatif. Dengan memublikasikan tulisan pribadi Mint, Ava sukses bikin anak-anak jadi sebel sama dia. Tapi akhirnya di penghujung waktu, ketika si Mint harus pulang, Lane akhirnya baikan sama sepupunya itu. Dan Mint berusaha maafin Ava, walaupun akhirnya ga ketemuan juga sih mereka.
Cover bukunya sih yang paling saya suka dari novel ini, hehe.


Tadinya mau saya bikin semua ulasan singkat novel yang ada di perpustakaan Aldiko saya. Tapi ternyata pegel juga ngetiknya, apalagi nanti yang baca. Jadi saya memutuskan untuk bikin tulisan ini berseri, five books each. Well, until then. Have a nice book!
Share: